Minggu, 12 Maret 2023

RIWAYAT MUSIK ANGKLUNG ARUMBA





Hallo para blogger, semoga anda selalu dalam keadaan sehat wal afiat dan dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Melalui situs ini saya ingin memperkenalkan diri dahulu agar anda lebih dapat membayangkan diri saya sebagai berikut:

Pertama tentang nama. Nama saya di dalam KTP tertulis lengkap Mochamad Burhan. Ketika di Bandung, sejak kecil dan dalam lingkungan keluarga serta teman-teman, saya biasa dipanggil dengan nama Ujang, tetapi setelah pindah ke Jakarta, rekan-rekan saya di Jakarta memanggil saya dengan nama Djaka. Memang nama Djaka ini mempunyai riwayat tertentu yang kalau diceritakan cukup panjang dan saya kira rekan-rekan blogger tidak perlu untuk mengetahuinya.
Yang jelas saat ini saya mempunyai dua alias, yaitu Ujang dan Djaka.


Kedua mengenai tempat dan tanggal lahir. Menurut orang tua, saya dilahirkan di kota Bandung, Kota yang dahulu dikenal dengan julukan "Kota Kembang", "Paris van Java" dan "Kota Asia - Afrika". Dari ketiga julukan tersebut, mungkin tinggal Kota Asia-Afrika saja julukan yang masih relevan karena hal itu merupakan kenyataan sejarah dengan diselenggarakannya Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955. Sedangkan kedua julukan yang lain saat ini sudah sangat jauh dari kenyataan. Selanjutnya tentang tanggal lahir. Hari kelahiran saya setiap tahun dirayakan di seluruh dunia. Betapa tidak, karena saya ternyata dilahirkan pada tanggal 25 Desember yang selalu dirayakan di seluruh dunia oleh umat kristiani sebagai hari Natal. Tetapi saya sendiri tidak ikut merayakannya karena saya tidak termasuk umatnya. Tentang tanggal lahir saya tepatnya adalah 25 Desember 1942. Dengan demikian saya ini sudah tergolong manula, karena ketika saya mengetik artikel ini saja umur saya sudah hampir 67 tahun. Tapi nggak apalah karena ada juga istilah "tua-tua kelapa", semakin tua semakin gaya.

Saya kira untuk perkenalan cukup sekian dulu karena yang ingin saya ceritakan lebih lanjut adalah yang menyangkut hobby saya yaitu musik angklung yang masih saya tekuni sampai saat ini...... Musik angklung yang pertama kali dikembangkan oleh bapak Daeng Sutigna sejak tahun 1938 itu merupakan suatu orkes angklung massal yang melodinya dimainkan secara kerjasama oleh puluhan orang bahkan ratusan orang, termasuk pengiringnya yang dinamakan akompanyemen dan co-akompanyemen serta string-bas (bas betot). Tetapi pada sekitar tahun enampuluhan, seorang seniman angklung bernama Yoes Rosadi mencoba memainkan angklung Pa Daeng ini secara perseorangan dengan cara menggantungkan angklung-angklung melodi Pa Daeng ini pada tiang gantungan 2 tingkat, dimana nada-nada pokoknya digantungkan pada tingkat bawah dan nada-nada sisipannya pada tingkat atas. Kemudian angklung melodi tersebut dimainkan oleh seorang pemain dengan cara mengetarkannya pada tiang gantungan terebut. Demikian pula dengan angklung akompanyemen dan co-akompanyemennya digantungkan pada tiang gantungan dan dimainkan oleh seorang pemain pula. Dengan demikian orkes angklung Pa Daeng tersebut cukup dimainkan oleh 4 orang pemain saja termasuk pemain bas. Mereka saat itu menamakan dirinya sebagai grup "ARUBA". ..... Saya sangat tertarik dengan permainan angklung secara perseorangan ini....... Kebetulan pada tahun 1966 saya mendapat kesempatan untuk melatih satu grup angklung perseorangan di kota Cirebon yang disponsori oleh seorang yang bernama Bapak Husein Amirullah, seorang pengusaha besar di kota Cirebon saat itu........ Yang saya latih pada waktu itu adalah anak-anak SMA di Cirebon dan groupnya dinamakan Grup "ARUMBA CIREBON"..... Nama ARUMBA diambil sebagai singkatan dari Alunan RUMpun BAmbu.......

Dalam kegiatan di Cirebon tersebut saya mencoba melakukan perubahan-perubahan, baik dalam bentuk maupun komposisi peralatan arumba ini......... Perubahan yang saya lakukan antara lain angklung melodi menjadi 4 tabung (2 indung dan 2 anak) dan diletakkan atau digantungkan secara sejajar antara nada pokok dan nada sisipan. Jadi tiang gantungannya hanya satu tingkat...... Demikian pula untuk angklung akompanyemen dan co-akompanyemen dalam fungsinya sebagai pengiring, saya ganti dengan calung diatonis-kromatis semacam gambang bambu, dengan maksud agar dapat lebih fleksibel dalam memainkan berbagai macam irama dan lebih mudah mendapatkan akor-akornya......

Pada tahun 1969, grup Arumba Cirebon ini sempat mengikuti Training Centre Kesenian Indonesia yang diprakarsai oleh Indonesian Artist Managemet (IAM) dibawah pimpinan Bapak Amir Syamsudin, yang diikuti oleh seluruh top artis Indonesia pada saat itu, antara lain grup tari Sumatra dibawah pimpinan Ibu Huriah Adam (Alm.), grup angklung "Guriang" pimpinan Bapak Daeng Sutigna (Alm) dari Bandung Jawa Barat, grup tari jawa dari Solo Jawa Tengah, grup tari bali Gong Begeg dari Bali serta top-top artis lainnya dari Kalimantan dan Sulawesi, dengan koreografer tari Bapak Sardono W. Kusumo...... Rombongan Kesenian Indonesia yang paling lengkap ini pada mulanya dipersiapkan untuk menyelenggarakan show-biz di Amerika Serikat.. namun sayang... disebabkan oleh satu dan lain hal... rombongan ini tidak jadi diberangkatkan...

Seiring dengan tidak jadinya rombongan kesenian Indonesia tersebut diberangkatkan, maka kegiatan saya di Cirebon pun berakhir...... Kemudian setelah saya kembali ke Bandung pada tahun 1970, kegiatan menggauli musik Arumba ini saya lanjutkan di Padepokan Saung Angklung Pa Udjo, jalan Padasuka Bandung..... Di tempat ini pun perubahan dan percobaan tetap saya lakukan untuk memenuhi kekurangan-kekurangan yang saya rasakan dalam bermain musiknya... Akhirnya, walaupun masih dirasa terdapat kekurangannya, sayapun mencoba menetapkan unit musik Arumba, dengan bentuk dan komposisi peralatan sebagaimana yang makin hari makin dikenal masyarakat ini.....

Komposisi peralatan musik Arumba yang saya tetapkan ini terdiri dari 1 set Angklung Melodi 3 tabung (2 indung + 1 anak) dengan susunan nada mulai dari e kecil sampai dengan c''' (c bergaris 3) sebanyak 33 buah angklung..... Angklung melodi ini digantungkan pada sebuah tiang gantungan dengan posisi sejajar antara nada pokok dengan sisipannya....


Angklung Melodi

Kemudian 4 buah Calung diatonis-kromatis, yaitu semacam gambang bambu berskala nada internasional (do-re-mi..) yang saya sebut dengan Calung Arumba atau disingkat dengan "Carumba".... Dari keempat buah carumba ini, dua buah diantaranya saya fungsikan sebagai carumba pengiring, sedangkan dua buah carumba lainnya saya fungsikan sebagai pengisi variasi dan improvisasi, atau dapat juga difungsikan sebagai melodi bergantian dengan angklung.......


Carumba (Calung Arumba)

Carumba Pengiring.
Carumba pengiring yang saya buat terdiri dari 2 set. Yang pertama (carumba pengiring 1) nada-nadanya saya susun terakhir kali mulai dari Fis oktaf besar sampai dengan a' (a bergaris satu) sebanyak 28 tabung, sedangkan carumba pengiring 2 susunan nadanya mulai dari E oktaf besar sampai dengan bes' (bes bergaris satu) sebanyak 31 tabung.

Carumba Melodi (Variasi/Improvisasi).
Carumba melodi (variasi/improvisasi) juga terdiri dari 2 set, susunan nadanya terdiri dari: e oktaf kecil sampai dengan a" (a bergaris dua) sebanyak 30 tabung untuk carumba melodi 1 dan B oktaf besar sampai dengan fis" (fis bergaris dua) sebanyak 32 tabung untuk carumba melodi 2......

Selanjutnya, peralatan lain yang saya buat untuk melengkapi arumba ini adalah Bas Bambu Besar. Untuk bas bambu ini saya ingin menyebutnya sebagai Bas Lodong..... Disebut lodong karena bentuknya memang mirip lodong, yaitu bambu besar yang yang di daerah Jawa Barat biasa digunakan sebagai tempat air nira dan disebut lodong. Bas Lodong ini fungsinya adalah sebagai bas seperti bas gitar pada musik band atau string bas pada orkes keroncong...... Untuk susunan nada bas lodong ini saya buat mulai dari nada Fis oktaf besar sampai dengan G oktaf kecil sebanyak 14 buah tabung.


Bas Lodong
Demikianlah garis besar bentuk dan komposisi peralatan musik angklung perseorangan yang telah saya susun sampai saat ini yang secara kaprah telah dikenal oleh masyarakat sebagai "musik arumba", walaupun sebenarnya sebutan "arumba" itu asalnya merupakan nama dari sebuah grup musik angklung perseorangan yang diambil dari singkatan Alunan Rumpun Bambu.

Dalam perjalanan saya mengolah bentuk dan komposisi peralatan musik arumba ini, pernah juga saya menerima saran atau usul serta pertanyaan seperti: ...Mengapa carumba atau gambang - gambang bambu diatonis itu tidak disusun seperti vibraphone, dimana nada-nada kres dan mol diletakkan di sebelah atas dari nada-nada pokoknya, sehingga yang biasa memainkan piano atau organ dapat dengan mudah memainkannya?....... Jawaban saya atas pertanyaan seperti ini mungkin agak egois, tapi itulah yang menjadi prinsip dan keinginan saya. Pertama, saya menginginkan agar kesenian tradisional atau nasional Indonesia itu tidak meniru kesenian asing, tetapi memiliki ciri khas dan kepribadian tersendiri. Oleh karena itulah antara lain untuk carumba (gambang bambu), nada-nadanya saya susun sejajar antara nada pokok dengan nada sisipannya, tidak seperti vibraphone yang nada-nada sisipannya diletakkan disebelah atas. Kedua, sayapun melihat bahwa ciri khas seluruh alat kesenian tradisional Indonesia yang berbentuk gambang, nada-nadanya disusun sejajar, seperti gambang gamelan, saron, calung dan lain-lain. Ketiga, jika seluruh carumba dibentuk seperti vibraphone ternyata ditemui kesulitan dalam memainkan beberapa sistim pukulan dalam arransemen musiknya.

Selanjutnya, tentang bentuk dan komposisi peralatan musik arumba yang saya susun ini, yaitu yang terdiri dari 1 set angklung melodi, 4 set carumba dan 1 set bas lodong tersebut, tadinya memang hanya merupakan kreasi yang saya buat sesuai dengan kebutuhan saya dalam mengolah arransemen lagu-lagu yang dimainkan. Mengenai komposisi peralatan ini sebetulnya setiap orang bisa saja membuat komposisi peralatan sendiri, misalnya untuk pengiringnya kembali menggunakan angklung akompanyemen dan carumbanya cukup 2 set saja, ataupun komposisi lain sesuai dengan keperluannya. Tetapi pada saat ini komposisi peralatan yang telah saya susun seolah-olah telah menjadi komposisi yang baku; Artinya apabila anda membeli 1 unit alat musik arumba dari produsen angklung manapun, anda akan memperoleh peralatan musik arumba dengan komposisi seperti yang telah saya susun tersebut.

Inilah komposisi 1 unit peralatan musik arumba:


Satu Unit Arumba (Dilengkapi dengan conga)

Apakah maksud dan tujuan saya menceritakan riwayat musik angklung arumba ini?.....

Tadinya saya tidak mempunyai niat untuk membuat dan menerbitkan artikel pengalaman saya ini kepada para blogger...... Tetapi ketika saya mengetahui adanya berita tentang pengakuan kesenian musik angklung oleh negara Malaysia, hati saya menjadi terusik..... Kesenian musik angklung yang sejak tahun 1938 telah dikembangkan oleh Bapak Daeng Sutigna sehingga menjadi salah satu kesenian kebanggaan bangsa Indonesia dan selalu ditampilkan dalam hampir setiap misi-misi kesenian Indonesia ke Mancanegara, tiba-tiba saja diakui oleh negara Malaysia sebagai kesenian miliknya.... Ini memang sudah keterlaluan!... Pengakuan oleh Malaysia tersebut sangat-sangat menyinggung perasaan para aktivis musik angklung Indonesia yang telah menekuni dan mengembangkan kesenian musik angklung ini sejak tujuh puluh tahunan yang lalu!......... Bangsa Malaysia kelihatannya memang menyenangi juga kesenian musik angklung ini sehingga mereka dalam beberapa tahun belakangan ini mencoba juga mengembangkan kegiatan musik angklung ini di negaranya...... Namun patut diketahui bahwa untuk kegiatan ini, segalanya mereka mengimport dari Indonesia, baik peralatan musiknya maupun tenaga akhli atau guru-gurunya!......... Oleh karena itu, bagaimana bisanya orang Malaysia mau mengakui bahwa kesenian angklung adalah miliknya dan berasal dari negaranya?..........

Berkaca kepada kejadian dan kenyataan tersebut diatas, maka saya sebagai salah seorang penyinta, pemerhati dan aktivis musik angklung, merasa terpanggil untuk mencurahkan hal-hal yang saya ketahui tentang perkembangan musik bambu dan angklung yang sudah cukup lama juga saya geluti (musik angklung arumba), dengan harapan agar dapat diketahui oleh lebih banyak orang sehingga kelak kita tidak akan kehilangan data-data dan fakta sejarah, terutama dalam menghadapi kasus-kasus pengakuan seni oleh fihak lain.

Nah, mengingat bahwa artikel tentang "Riwayat Musik Angklung Arumba" yang telah saya tuliskan ini di kemudian hari dapat dijadikan sebagai data dan fakta sejarah, maka kebenarannya tentu harus teruji. Oleh karena itu, atas tulisan saya ini, saya sebenarnya sangat mengharapkan tanggapan, saran, kritikan ataupun pendapat dari para blogger atau siapapun pemerhati yang memiliki komitmen terhadap kehidupan kesenian musik angklung atau musik bambu pada umumnya di negara kita Indonesia yang tercinta ini...........

Kepada para pembaca artikel saya ini yang mungkin mempunyai pengalaman dan atau mengetahui sejarah perkembangan musik angklung, khususnya musik angklung arumba yang lebih jauh dari apa yang telah saya tuliskan di atas, saya mengundang anda untuk berbagi pengalaman atau pengetahuan anda tersebut dan menuangkannya dalam blog anda... Terima kasih.



Benyamin S. diiringi Arumba Sanggar Seno Pejaten Jakarta Selatan dalam acara siaran TVRI





Hetty Koes Endang diiringi Arumba Sanggar Seno Pejaten Jakarta Selatan, dalam siaran TVRI